Paper Ekonomi Sumber Daya
Hutan Medan, April 2019
KLASIFIKASI
DAN MANFAAT POHON JELUTUNG (Dyera costulata)
Dosen Penanggung Jawab
Dr.
Agus Purwoko
Disusun Oleh:
Bahrul Azhar Rambe
151201039
HUT 4 A
PROGRAM STUDI
KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
2019
PENDAHULUAN
Hutan
adalah suatu lapangan bertumbuhan pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan
persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya dan yang ditetapkan
pemerintah sebagai hutan. Jika pengertian hutan ditinjau dari sudut pandang
sumberdaya ekonomi terdapat sekaligus tiga sumberdaya ekonomi yaitu: lahan,
vegetasi bersama semua komponen hayatinya serta lingkungan itu sendiri sebagai
sumberdaya ekonomi yang pada akhir-akhir ini tidak dapat diabaikan. Sumberdaya
hutan berperan sebagai penggerak ekonomi dapat teridentifikasi daalam beberapa
hal, yaitu: pertama, penyediaan devisa untuk membangun sektor lain yang
membutuhkan teknologi dari luar negeri; kedua, penyediaan hutan dan lahan
sebagai modal awal untuk pembangunan berbagai sektor, terutama untuk kegiatan
perkebunan, industri dan sektor ekonomi lainnya; dan yang ketiga, peran
kehutanan dalam pelayanan jasa lingkungan hidup dan lingkungan sosial
masyarakat. Ketiga bentuk peranan tersebut berkaitan dengan peranan sumberdaya
hutan sebagai penggerak ekonomi yang sangat potensial, sangat kompleks dan
saling terkait.
Makna
hutan sangat bervariasi sesuai dengan spesifikasi ilmu yang dibidangi. Dari
sudut pandang orang ekonomis, hutan merupakan tempat menanam modal jangka
panjang yang sangat menguntungkan dalam bentuk Hak Pengusahaan Hutan (HPH).
Menurut sudut pandang ahli silvika, hutan merupakan suatu assosiasi dari
tumbuh-tumbuhan yang sebagian besar terdiri atas pohon-pohon atau vegetasi
berkayu yang menempati areal luas. Sedangkan menurut ahli ekologi mengartikan
hutan sebagai suatu masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai oleh pohon-pohon
dan mempunyai dalam kegiatan keadaan lingkungan berbeda dengan keadaan di luar
hutan.
Sebelum
perkebunan 'karet para'(Hevea sp) berkembang di awal abad 20-an, bahan baku
industri karet dunia diperoleh dari hasil penyadapan getah alam, salah satunya
dari getah jelutung. Pada awalnya getah jelutung diproduksi dan diekspor untuk
pembuatan bahan karet dengan mutu rendah. Getah jelutung menjadi penting
setelah diketahui dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan permen karet.
Berkembangnya industri permen karet ini menyebabkan peningkatan yang sangat
signifikan terhadap permintaan getah jelutung. Perdagangan getah jelutung
mencapai puncaknya antara tahun 1910-an dan 1930-an. Sedangkan pemanfaatan kayu
jelutung dimulai sejak era Hak Pengusahaan Hutan (HPH) diberlakukan di
Indonesia. Jenis ini termasuk jenis kayu komersil yang bernilai cukup tinggi,
bahkan harganya setara dengan jenis
ISI
Di
Indonesia terdapat tiga jenis getah jelutung yang sejak lama diperdagangkan
yaitu; Jelutung Banjarmasin, Jelutung Palembang, dan Jelutung Pontianak. Nama
dagang ini berdasarkan pelabuhan dimana produk getah jelutung diangkut untuk
diekspor. Perdagangan jelutung semakin berkembang dengan adanya pemberian
konsesi perkebunan dan pengolahan getah jelutung kepada perusahaan asing oleh
Pemerintah Kolonial Belanda. Terbentuknya pasar getah jelutung menyebabkan
masyarakat berlomba-lomba mencari dan menyadap pohon jelutung di alam. Kayunya
dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk pembuatan pensil, ukiran, kayu lapis,
papan partisi, plafon, dan bakiak(sejenis sandal dari bahan kayu). Sedangkan
getahnya dapat digunakan untuk bahan baku permen karet, cat, dan isolator kabel
listrik yang hingga saat ini menjadi komoditas ekspor yang cukup menjanjikan.
Namun ironis sekali, ulah manusia yang berlebihan dalam mengekploitasi
jelutung, menyebabkan keberadaannya semakin sulit ditemukan di alam.
Jelutung
(Dyera sp) merupakan jenis pohon
hutan yang termasuk dalam family Apocinaceae. Salah satu species dalam family ini adalah Dyera polyphylla yang tumbuh di hutan rawa gambut atau daerah
tergenang. Pohon ini merupakan tanaman asli dari Asia Tenggara yang tersebar di Indonesia, Singapura, Malaysia,
dan Philipina. Di Indonesia tersebar di Sumatera dan Kalimantan yang meliputi
Jambi, Riau, Sumatra Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan
Selatan. Di Sumatera jelutung dikenal dengan nama labuwai/Melabuwai, sedangkan
di Kalimantan dikenal dengan nama pantung.Jenis pohon ini mempunyai nilai
ekonomi yang cukup tinggi dari kayu maupun getahnya.
Penyebaran
Genus Dyera terdiri dari beberapa spesies, diantaranya yaitu Dyeracostulata
yang tumbuh pada dataran tanah laterit dan alluvial, Dyerapolyphylla dan
Dyeralowii yang tumbuh pada tanah organosol atau rawa gambut. Habitat alami
tersebar di Asia Tenggara, terutama Malaysia, Thailand, Singapura dan
Indonesia, yang terdiri dari pulau Sumatra, Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan
dan kemungkinan Sulawesi.
Eksploitasi
kayu dari hutan oleh perusahaan kehutanan sejak tahun 70-an menyebabkan
sulitnya mencari Kayu Jelutung pada awal tahun 90-an. Untuk memenuhi bahan baku
kayu dan industri pensil, dirintislah hutan tanaman industri oleh PT. Dyera
Hutan Lestari di Jambi pada tahun 1992. Berdirinya perusahaan ini menyebabkan
adanya transfer pengetahuan mengenai teknologi pembibitan dan penanaman
jelutung terhadap masyarakat sekitar.
Kingdom:
|
|
(tidak termasuk):
|
|
(tidak termasuk):
|
|
(tidak termasuk):
|
|
Ordo:
|
|
Famili:
|
|
Subfamili:
|
|
Genus:
|
|
Spesies:
|
D. costulata
|

Habitat Tumbuh:
Dyera lowii tumbuh dengan baik pada tanah organosol (gambut). Jenis ini banyak dijumpai pada hutan rawa gambut dengan tipe curah hujan A dan B pada ketinggian 20-800 meter dari permukaan laut.
Dyera lowii tumbuh dengan baik pada tanah organosol (gambut). Jenis ini banyak dijumpai pada hutan rawa gambut dengan tipe curah hujan A dan B pada ketinggian 20-800 meter dari permukaan laut.
Kegunaan:
Kayu: Bahan baku pensil, meja gambar, ukiran
Getah: Permen karet, kerajinan tangan (hiasan). Getah mulai dapat diproduksi setelah tanaman berumur 10 tahun.
Kayu: Bahan baku pensil, meja gambar, ukiran
Getah: Permen karet, kerajinan tangan (hiasan). Getah mulai dapat diproduksi setelah tanaman berumur 10 tahun.
Ciri
Morfologi:
- Pohon besar, tinggi dan
bertajuk tipis. Tinggi pohon dapat mencapai 60 meter dan diameter 260 cm,
sedangkan tinggi bebas cabang dapat mencapai 30 meter.
- Bentuk batang silindris dan
tidak berbanir. Kulit batang berwarna abu-abu atau kehitam-hitaman. Kulit
luar rata tetapi kasar, mempunyai sisik berbentuk bujur sangkar, tebal
kulit batang 1-2 cm, tidak berbulu, bergetah putih sampai kuning, halus
dan tidak berteras.
- Daun tunggal tersusun melingkar
pada ranting sebanyak 4-8 helai, berbentuk lonjong atau bulat telur, ujung
daun membulat, panjang 15-20 cm dan lebar 6-8 cm. Tajuk tipis atau jarang
- Buah berupa polong kayu yang
kembar (berpasangan) menyerupai tanduk berbentuk bulat memanjang yang
berangsur-angsur memipih apabila buah menjadi tua. Pohon berbuah hampir
setiap tahun.
- Biji berbentuk oval, pipih, dan
berwarna coklat. Kulit biji berupa selaput tipis yang melebar dan
memanjang membentuk sayap dalam dua baris yang berhimpitan di dalam polong
buah.
- Bunga berukuran kecil, berwarna
putih dan wangi, bertangkai
panjang 10-14 cm.
1. Perbenihan
Pohon
berbunga dan berbuah hampir setiap bulan dalam setahun. Pembungaan berlangsung
2 – 3 minggu, dan buah terbentuk 2 – 3 bulan kemudian. Buah yang baik ialah
yang masak secara fisiologis, berwarna coklat tua kehitaman, tidak bergetah
namun belum pecah. Dalam satu buah jelutung terdapat 12 – 18 biji jelutung yang
bersayap halus. Setelah diunduh buah dijemur 5 – 7 hari, kemudian diambil
bijinya dan dipilih yang baik sekitar 8 – 10 buah, yaitu yang terbungkus
selaput putih, bersayap, dengan serat biji yang berwarna coklat mengkilat tidak
patah, karena inilah titik tumbuhnya. Dalam satu kilogram biji terdapat 20 000
biji. Benih termasuk rekalsitran, bila disimpan satu bulan daya kecambah
menurun hingga 50%. Cara menyimpan benih yang baik ialah pada suhu 20o– 40o C,
dengan kelembaban 60%.
2. Persemaian/Pembuatan Bibit
Sebelum disemaikan
benih direndam dalam air dingin selama 2 jam, kemudian disemaikan dalam media
semai berupa campuran gambut dan arang dengan ratio 10:1. Benih mulai
berkecambah setelah 3 – 7 hari ditanam. Setelah bibit mencapai tinggi 5cm,
kemudian disapih ke dalam polibag berisi media campuran tanah dan gambut dengan
perbandingan 2:3.
Comments
Post a Comment